Sabtu, 18 Agustus 2018
Jakarta-Aktivis
PMKRI Empat Cabang Se-Jakarta melakukan Uji Materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,
DPR, DPRD dan DPD (MD3).
Para Pemohon
yang terdiri dari: badan hukum privat
dan perorangan warga negara Indonesia,
mengajukan permohonan pengujian UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3.
Badan
Hukum Privat yang menjadi pemohon adalah DPC PMKRI Cab. Jakarta Timur yang
diwakili oleh Mikael Yohanes B. Bone, DPC PMKRI Cabang Jakarta Utara di wakili
oleh Wilibrodus Klaudius Bhira, DPC PMKRI Cab. Jakarta Barat diwakili oleh
Presidium Germas Dionisius Sandi Tara, DPC PMKRI Cab. Jakarta Selatan diwakili
oleh Prudensio Veto Meo.
Sedangkan
Pemohon Perorangan Warga Negara Indonesia adalah; Kosmas Mus Guntur, Andreas
Joko, Elfriddus Petrus Muga, Heronimus Wardana dan Yohanes Berkhmans Kodo.
Dalam perkara
ini, para Pemohon telah memberikan kuasa kepada Bernadus Barat Daya, SH.,MH,
sebagai Advokat/Konsultan Hukum yang akan mewakili para Pemohon dalam proses persidangan di MK
selanjutnya.
Berkas permohonan uji materil (Judicial Review) UU MD3 terhadap UUD 1945
tersebut, telah dinyatakan lengkap dan diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi pada tanggal 21 Maret 2018, melalui Tanda Terima Nomor: 1769-1/PAN.MK/III/2018
Beberapa pasal
UU MD3 yang dimohon untuk diuji materil adalah Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5); Pasal 122 huruf (k); dan Pasal 245 ayat (1). Ketiga pasal tersebut kami
pandang telah bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C
ayat (2), Pasal 28D ayat (1 dan 3), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD 1945.
Kami berpandangan bahwa tiga pasal UU MD3 itu, merugikan hak konstitusional kami sebagaimana dijamin
oleh UUD 1945. Dengan berlakunya UU MD3, kami telah dirugikan dan kerugian itu bersifat fatal dan potensial yang berdasarkan dengan berlakunya UU
MD3. Oleh karena itu, ketika Hakim MK
sebagai the sole interpreter of the
constitution dan pengawal Konstitusi, mengabulkan permohonan kami, maka kerugian Hak
Konstitusional kami tidak akan terjadi.
Tiga pasal dalam UU MD3,
selain bertentangan dengan UUD 1945, juga bertentangan dengan beberapa UU lain
seperti; UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Otonomi Daerah (Pasal 28 dan Pasal 55), UU No. 14
Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
UU MD3 juga dapat
dijadikan “alat pemotong lidah rakyat”. Padahal sejatinya DPR wajib mentaati semua peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan mentaati asas equality before the law.
Tiga pasal UU MD3, berpotensi menimbulkan multitafsir
dalam penerapannya. Karena frasa
“merendahkan kehormatan” itu bersifat
relative, tentatif dan sangat subjektif. Dan terminologi merendahkan kehormatan DPR dan anggota
DPR itu, dapat diterapkan secara sewenang-wenang
sesuai interpretasi subjektif atau sesuai kepentingan politik anggota DPR.
Kewenangan MKD DPR, juga berpotensi dapat menyeret siapa saja ke ranah hukum
jika dianggap merendahkan martabat dan kehormatan DPR. Dalam UU Pers dalam telah dijamin haknya untuk;
menegakkan nilai demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan HAM, mengembangkan pendapat
masyarakat, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
Terkait pasal 245 UU MD3, yang mengandung
makna bahwa anggota DPR tidak dapat dipanggil oleh aparat hukum sebelum
mendapat persetujuan tertulis dari Presiden, dan setelah mendapat pertimbangan
dari MKD.
Substansi pasal
ini sebenarnya telah ‘dimatikan’ oleh MK, tetapi “dihidupkan kembali” oleh DPR. Mengingat bahwa sebelumnya,
MK telah membatalkan klausul “atas izin MKD”, sebagaimana tercantum
dalam Putusan MK Nomor 76/PPU-XII/2014, terkait pengujian Pasal 224 ayat (5)
dan Pasal 245 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014.
Namun dalam pasal
245 UU MD3, masih tetap menggunakan klausul yang sama, walau kata “izin MKD” diganti dengan kata “pertimbangan MKD”.
Hak
imunitas yang dimiliki DPR melalui UU MD3, telah melampaui batas kewajaran, dan mengancam hak pihak lain di luar DPR. Padahal UU MD3,
hanya berlaku khusus bagi DPR dan atau tidak berlaku bagi siapa pun yang bukan
anggota DPR. Namun UU MD3 itu, berdampak
buruk terhadap pihak lain yang tidak berada dalam
lingkup DPR.
Karena itu, kami memohon kepada majelis Hakim Konstitusi agar berkenan menyatakan
bahwa pemberlakuan tiga pasal dalam UU MD3 itu, bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. (Editor: Gun Tenda Halilintar)
Kamis, 04 Januari 2018
Sajak : Gunung Mbeliling
Oleh : Guntenda Halilintar
Ku berdiri meratapi gunung mbeliling
Mentari pagi perlahan merangkak dari persembunyiannya
Memcoba mengusir dinginnya embun pagi yang menyelimuti tubuh ku
Rasanya tubuh ini ingin dimanjakan dengan kehangatan mentari pagi
Oh tuhan, ku akui kebesaran mu
Tak mampu ku sembunyikan rasa ku
Lukisan alam ini begitu megah
Mbeliling, wajah indahmu tak kunjung tua
Bagai gadis belia yang belum disentuh oleh tang an-tangan nakal
Wajah hijau mu begitu menawan
Pohon-pohon hijau menjulang tinggi
Dedaunan berterbangan, seolah menabur bunga bagi pengantin baru
Udara yang sejuk tanpa polusi
Melambangkan hati dan budaya
Bagi penghuni-penghuni mu
Di kaki bukit mbeliling, terdapat air terjun cunca rami
Tampil sebagai model pariwisata
Tak kala turis-turis mancanegara
Menyaksikan keindahannya
Cunca rami sungguh memukau
Memikat hati para pengunjungnya
Terdengar jauh burung-burung bernyanyi
Seakan ucapan rasa Syukur pada sang pencipta
Nyanyian itu juga seakan menghiburku pagi itu
Berterbangan diawan
Menembus cakrawala
Menyambut sang mentari
Kupu-kulu mulai merangkat
Mengintai kumbang di lereng mbeliling
Hewan liarpun mulai keluar dari tempat persembunyiaanya
Memenuhi kebutuhan hidupnya pagi itu
Mbeliling
Adalah jiwa kami
Ibu kami, ibu dari segala ibu
Jagalah alam yang indah ini
Jangan biarkan tangan jahil mencabikny
Rangat, 1 januari 2017
Puisi : Untuk Gubernur NTT
Oleh : Guntenda Halilintar
Acara Penjemputan Gubernur NTT Frans Leburaya di Bandara Komodo dalam mengikuti agenda pengukuhan kepala SMA/SMK utk 5 Kabupaten (Manggarai Raya, Ngada dan Nagekeo) di Aula Sekda Manggarai Barat. |
Seorang raja berkeliaran dijalan
budak dan pelayan bertumpah ruah kejalan
Begitu asiknya kau berjalan
Tanpa sedikitpun ada beban
Bahkan senyum mu begitu menawan
Bunga hiasan tersipu malu
Sebab sang raja berkantong tebal kejalan
Kau tunjukan keramah tamahan mu dihadapan mereka
Sementara dibelakang mereka kau seperti lintah
Tak terlihat lagi keramah tamahan mu
Tak terlihat senyum mu yang menawan
Kau membawa murkah
Bahkan darah saudara mu sendiri kau hisap sampai wajahnya keriput
Wahai gubernur ku
Apa kabar mu?
Sudah lama aku tak menulis tentang mu
Bukan berarti aku seperti bupati ku
Bahkan hari ini kau tak disambut gonggongan kecil
Semua mendadak seperti prilaku bupati mabar
Yang bungkam disetiap persoalan
Tidak banyak ocehan
Toh saya sudah dapat recehan
Wahai gubernur ku
Aku tak diam seperti mereka
Bahkan kantong ku tak tebal seperti mereka
Meskipun suara ku kecil diantara suara-suara yang besar
Hari ini kau begitu bebas berkeliaran
Bahkan tak kudengar gonggongan
Wahai penikmat keringat
Aku muak melihat muka mu
Dengan penuh kebencian
Kau lemparkan senyum untuk kami
Yang kami lihat wajah mu penuh dengan kemunafikan
Mulut mu penuh dengan sumpah serapah
Dengan tipu daya dan penindasan
Di lidahnya ada kelaliman dan kejahatan
Matanya mengintik orang yang lemah
Rupa mereka seperti singa
Bernafsu untuk menerkam kaum yang lemah
Sesungguhnya mereka itu hamil dengan kejahatan
Ia mengandung kelaliman dan melahirkan dusta
Wahai sahabat ku
Engkau bukan asap yang lenyap disapu angin
Ku rindu gonggongan mu itu
Yang hampir tak ku dengar
Ku rindu ringkik mu
Yang keras memaki onani
Jakarta (Marga III), 4 Januari 2018
Langganan:
Postingan (Atom)