Rabu, 18 Mei 2016

Published 22.30.00 by with 0 comment

Ketika Hukum Lemah

Sajak : Ketika kekuasaan berdiri diatas hukum
Penulis : Guntenda Halilintar

                                                       Foto : www.mediaindonesia.com

Ketika kekuasaan berdiri diatas hukum
Maka hukum akan runtuh, Tak kala semua kebijakan menuai kritikan
Kekuasaan demi pencitraan semata.

Gonjang-ganjing ibu kota Sangat mengkhawatirkan,
Anjing berbulu domba suruan Kapitalis
Menebar pesona bagai gadis cantik

Demi tercapainya cita-cita
Sang Kapitalis menciptakan Suasana menegangkan di Ibu kota
Mulai dari isu sampah, klaim-mengklaim, sampai isu
Penangkapan para aktivis Sampai Isu pengamanan ibu kota

Seluru jajaran para penggonggong melepaskan barisan garda terdepan Menolak Perintah Konstitusi Per-UU No.8 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kab. Manggarai Barat
Jajaran Instansi Bungkam bagaikan mendekam dipenjara
Tak berbicara banyak, hanya menganggukan kepala sambil menikmati sebatang rokok dan secangkir kopi manggarai

Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Seolah Tak Berbicara banyak
Tanpa Kompromi Mengeluarkan Surat Izin Lingkungan
untuk Sang Pujangga PT. SIM

Penerbitan Izin BLH
Bapak Bokaptalis diam-diam menusuk dari belakang
Kebisingan ditengah ibu kota seolah dipandang sebelah mata
Sementara untuk melihat Uang melotot tak bicara panjang
Hei...!!! kau Bokaptalis, tidakah kau melihat, Ibu Kota sedang dirundung Duka Pembangunan
Pembangunan Infrastruktur Belum memadai, Jalan Lando-Noa, Krisis Air Minum, Minimnya Pelayan Kesehatan dll. Kenapa Engkau Bungka...!!! disetiap Persoalan yang ada. 

Wahai...kau, Kaum penindas
Tidakah kau mendengar
Suara lantang dari mahasiswa-masiswa Manggarai Barat.
Mereka Berorasi, meyampaikan suara Pembaharuan dan Perubahan
tidakah kau melihat Aktivis-aktivis Manggarai Barat Bersuara
Mereka semua bersuara untuk melawan Privatisasi Pantai Pede...!!!
Menuntut engkau, mengembalikan aset daerah itu, menjadi rugi untuk dirimu sendiri
Kau diperintah oleh Undang-undang untuk menyerahkan seluru Aset daerah termasuk Pantai pede

Kini aktivis berjaga-jaga
Di pusaran ibu kota
Memantau sang anjing berbulu domba
Yang sedang mengekori Tuan-tuannya

Para Serdadu-serdadu menunggu perintah
Untuk membawa kau ketempat yang layak "JERUJI BESI"
Menghitung hari, menunggu waktu, masuk tahanan.
Musyawarah untuk mufakat disepelekan
Akankah masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain...
Aku menantimu di jeruji besi

Jakarta, 12 Mei 2016
Read More
    email this       edit

Minggu, 01 Mei 2016

Published 15.41.00 by with 0 comment

Teori Klasik "TRIAS POLITICA"

Doktrin Jhon Locke dan Montesquieu dalam tatanan sistem Trias Politica Indonesia.
Penulis : Guntenda Halilintar

Foto : akbardwirahmand.blogspot.com

Dalam perkembangannya konsep trias politica merupakan pemisahan kekuasaan menjadi pembagian kekuasaan. Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan Negara terdiri dari tiga macam kekuasaan, Yakni ; LEGISLATIF atau kekuasaan membuat Undang-undang, EKSEKUTIF atau kekuasaan melaksanakan Undang-undang dan YUDIKATIF atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-undang.
Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan (Functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berkuasa. Diharapkan hak Azasi warga negara lebih terjamin.
Doktrin ini pertama kali dikemukakan oleh JOHN LOCKE (1632-1704) dan MONTESQUIEU (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai PEMISAHAN KEKUASAAN (separation of powers).
Checks and Balances
(Pengawasan dan keseimbangan)
Ketiga Undang-undang Dasar Indonesia, tidak dijelaskan secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin trias politica dianut, hanya semata-mata ketiga Undang-undang dasar menyelami jiwa dari dari DEMOKRASI KONTITUSIONIL, oleh karnanya disimpulkan bahwa Indonesia menganut trias politica dalam arti PEMBAGIAN KEKUASAAN.
Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam Undang-undang Dasar 1945. Diantaranya Bab III Tentang kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab VII Tentang Dewan Perwakilan Rakyat dan Bab IX Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Kekuasaan Eksekutif dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh Menteri-menteri sedangkan Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung serta badan Kehakiman.
Sitem Pemerintahan Indonesia adalah PRESIDENTIL, oleh karnanya Kabinet tidak bertanggung jawab pada Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena itu tidak dapat dijatuhkan oleh DPR dalam masa jabatannya. Sebaliknya juga Presiden tidak dapat membubarkan DPR sebagaimana halnya dalam sistem PARLEMENTER di India dan Inggris, jadi, pada garis besarnya, Ciri-ciri Azas Trias Politica dalam arti Pembagian Kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Masa Orde Baru
UU Nomor 19 Tahun 1964 telah dicabut dan diganti dengan UU No. 14 Tahun 1970. Dalam Undang-undang ini Istilah trias Politica tidak dijelaskan secara eksplisit, akan tetapi Prinsip kebebasan HAKIM telah dihidupkan kembali.
Kesimpulannya UU No. 14 Tahun 1970 dapat ditarik kesimpulan bahwa kita (Bangsa Indonesia) pada garis besarnya telah kembali ke Azas Trias Politica dalam pengertian sebagai PEMBAGIAN KEKUASAAN


Read More
    email this       edit