Janji tinggal janji yang ada hanya melahirkan segala bentuk wacana tanpa terealisasi, Presiden Repoblik Indonersia Bpk. Jokowi pernah berjanji untuk merencanakan Perubahan Revolusi Mental, Terlebih pada Kasus Korupsi, sementara bangsa indonesia saat ini darurat KORUPSI dimana Janji Revolusi Mental Pak Jokowi,,,?. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang berasaskan Hukum, bangsa yang menjujungi tinggi Nilai-nilai Hukum serta Ideologi Pancasila sementara dalam Praktek /pelaksanaanya tidak sama skali.
Masalah Korupsi tengah menjadi perbincangan hangat dimasyarakat, terutama Media Masa Lokal dan Nasional, Maraknya Korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan korupsi itu semakin menjadi membudaya, karena hampir setiap saat media lokal dan nasional selalu menyorotkan Berita-berita tentang Korupsi, Korupsi terjadi baik ditingkat Daerah Maupun tingkat Nasional dikarena beberapa faktor tertentu mislanya Jabatan karena Pemberian, faktor Ekonomi dan Politik serta Penenpatan Jabatan berdasarkan Kekeluargaan. Diera demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian pembangunan ekonomi dan good governance, terlebih akhir-akhir ini terjadi perebutana kewenangan anata KPK dan Institusi Polri ynag juga salah satu lembaga yang punya kewenangan untuk menangani kasus korupsi, pada hal seharusnya Intitusi Polri dan KPK bergandengan Tangan untuk bekerja sama-sama dalam memberantas kasus korupsi, dan tunpang tindih kewenangan juga seharusnya tidak terjadi jika dapat di KOORDINASI secara baik pula.
Dalam menangani Kasus Korupsi di Republik ini, yang perlu disoroti adalah Oknum/Pelaku dan Hukum, beberapa kasus korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab ini sehingga membawa dampat yang sangat serius terhadap instansi maupun terhadap Pemerintah dan Negara, maka perlu penegakan hukum yang serius, hukum bertujuan untuk mengatur seluruh tatanan sistem dan tiap-tiap badan dipemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perunga-undangan yang berlaku, namun yang terjadi adalah tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan kaum politik yang buruk dibawah oknum maupun instansi...bagaimana mungkin Pembangunan Nasional berjalan dengan lancar kalau Oknum-oknum ini tetap dibiarkan dan merajalela dibangsa ini.
Maka mau tidak mau korupsi harus diberantas baik dengan cara preventif maupun represif. Korupsi merupakan tingkat kejahatan luar biasa masuk dalam golongan ( extra ordinary crime ), maka itu perlu diatasi juga dengan Upaya Hukum Luar Biasa. Selama ini penanganan kasus korupsi tidak dapat memberikan Efek jera, bahkan kasus korupsi semakin menjadi direpublik ini. Apa perlu diterapkan Hukuman Mati bagi pelaku kejahatan Korupsi,,,? Tentu hal ini lebih banyak pengkajian-pengkajian hukum, perlu ditingkatkan Upaya Hukium. Misalnya Gantungkan Koruptor, mungkin ini salah satu cara untuk mendapatkan Efekjera terhadap pelaku korupsi. Dan perlu diberikan pemahaman terhadap budaya, karena sebagai warga negara Indonesiakita wajib memiliki budaya malu yang tinggi.
Salah satu langkah yang diambil oleh Pemerintah untuk menangani berbagai Kasus Korupsi adalah terbentuknya Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). KPK hadir seolah membawa bencana bagi mereka yang tersangkut kasus Korupsi, bagamana tidak KPK sudah mengkir sejarah dan Prestasi dibangsa kita cintai ini, semntara Kepercayaan Publik diberikan seutuhnya terhadap KPK untuk memberantas Koruptor. Dan lebih menarik lagi prestasi yang diraih oleh KPK lebbih menonjol ketimbang instansi terkait seperti Polri, Kejaksaan maupun Instansi terkait.
Bahkan berbagai upaya dan daya untuk mengkerdilkan KPK sudah sering terjadi, Baru-baru ini masyarakat Indonesia digencarkan oleh berbagai berita dimedia baik Daerah maupun tingkat Nasional, ya,,,? Badan Legislasi ( Baleg ) DPR merencanakan untuk Pembahasan Revisi Undang-undang KPK, rencana revisi Undang-undang Nomor Tahun 2002 tentang pemberantasan Korupsi oleh DPR menimbulkan Kotroversi, dianggap bahwa revisi ini melemahkan KPK dari segi bentuk kewenangan KPK dalam memberantas Korupsi yang semakin hari semakin menelankan banyak korban dari pejabat negara dan politikus-politikus Di DPR Poin dari Revisi Undang-Undang KPK Pada bulan Juni 2015 yang lalu, 5 poin yang menjadi fokus utama DPR RI untuk merevisi undang-undang telah dikeluarkan. Situs detik.com menjelaskan bahwa 5 poin tersebut merupakan peluang untuk “melemahkan” KPK.
Poin-poin ini menjadi kajian tersendiri mengapa sampai dapat dinilai “melemahkan” KPK:
1. Pencabutan kewenangan penyadapan
2. Penghapusan kewenangan penuntutan KPK
3. Perlunya membentuk dewan pengawasan untuk KPK
4. Perumusan kolektif kolegial
5. KPK diberikan kewenangan untuk menghentikan perkara Kemudian, dalam kajiannya, dari 5 poin yang disebutkan, ada 2 poin yang dinilai akan merugikan KPK. Poin 1 dan poin 3 adalah hal yang tidak masuk akal. Poin 1 mengacu kepada pembatasan penyidikan KPK terhadap lembaga atau perseorangan, karena teknik penyadapan dinilai ampuh untuk membuktikan kasus suap.
Lalu, poin 3 dinilai sebagai perlambatan penyidikan karena KPK sendiri sudah dalam banyak pengawasan seperti pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal meliputi penasihat KPK, komite etik, serta pengawasan eksternal meliputi DPR dan BPK. Dengan penjelasan tersebut, 5 poin ini dinilai akan terus berkembang sesuai dengan persetujuan Badan Legislatif DPR beserta anggota-anggota fraksi partai di dalamnya.
Berkembangnya Poin Revisi Undang-Undang KPK Pembuktian ini akhirnya dijelaskan dari situs ditjenpp.kemenkumham.go.id oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum dengan identifikasi ada 12 poin yang telah berkembang dari 5 sebelumnya. Meskipun demikian revisi ini masih berupa rancangan yang didiskusikan dengan Wakil Ketua Komisi III DPR. 12 poin tersebut adalah:
1. Dihapuskan ketentuan penyelidikan
2. Ketentuan peraturan KUHAP dan KUHP dapat diberlakukan sehingga peraturan penyidikan dapat dihapuskan dari daftar KPK
3. Penghentian penuntutan suatu perkara
4. Tidak memiliki kewenangan untuk perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan
5. Masa penahanan lebih singkat
6. Hakim komisaris dapat menangguhkan penahanan
7. Penyitaan harus seizin hakim
8. Penyadapan harus seizin dari hakim
9. Penyadapan dapat dibatalkan oleh hakim
10. Putusan bebas tidak dapat dikasasi oleh Mahkamah Agung
11. Putusan mahkamah agung tidak boleh berat dari pengadilan tingi
12. Ketentuan pembalikan tidak dapat diatur Seluruh rencana revisi tersebut telah disetujui oleh beberapa fraksi partai.
Dari penjelasan situs merdeka.com, fraksi PDIP, PKB NasDem, Hanura, Golkar, dan PPP telah setuju dengan rancangan revisi tersebut. Dari jumlah fraksi tersebut, 45 orang telah “ngotot” untuk mengesahkan revisi undang-undang untuk KPK. Beberapa poit lain yang diikuti untuk Revisi misalnya, minimum nominal uang yang dikorupsi, sekitar 50 Miliar baru bisa ditangani oleh KPK, padahal sebelumnya hanya dengan jumlah 1 miliar bisa lansung diusut oleh KPK, selain itu juga penentuan masa kerja hanya dibatasi selama 12 tahun, selain itu juga mengenai Penyadapan.
Langkah DPR untuk revisi UU KPK sangat tidak teapt, mengingat kepercayan Publik terhadap lembaga KPK sangat tinggi, agar semua politikus yang tersangkut korupsi di DPR itu dapat terungkap, saya pikir upaya DPR untuk merevisi UU KPK juga bagian dari bentuk untuk membubarkan KPK, dan rencana ini juga didukung oleh Oknum-oknum yang terlibat/tersangkut masalah korupsi. (Guntenda halilintar)
0 Komentar:
Posting Komentar