Kamis, 11 Februari 2016

Published 06.22.00 by with 0 comment

AKU INGIN PERANG MESKIPUN SESAAT SAJA...!!!

"Kisah Menghantar Anak Hilang"

"Menghantar Anak Kandung (Pantai Pede) Kepangkuan Ayah dan Ibunya".

Penulis : Guntenda Halilintar.
Cerpen : Cerita Pendek, Terkait Pantai Pede Di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, Flores – NTT di Deskripsikan dengan kata " Anak Yang Hilang ". 

Foto : Google

Di ujung kota metropolitan rumahku dibangun, seorang arsitek lokal yang mengenyam Ilmu di Negeri Paman Sam, kembali dan membawa disign arsitektur rumahku. Indah dan gagah sangat mempesona memikat hati para pendatang ketika melihat rumahku, dihiasi kaca berlapis baja, dengan rumput tanpa pagar halaman sedikit hiasan pasir berwarna putih dengan kolam yang bersih bagaikan biru tua warna langit. Siang itu sekitar pukul 1 telphone rumahku berdering.
            “ Halo Bung,,,? Suara laki-laki dengan gaya logat timur sedang bertanya, “ disini petugas jalanan kota kupang”  kami, menemukan seorang anak laki-laki yang terdampar disudut kota metropolitan ini. Hanya diam dan tercengang, sebelum saya mengatakan saya masih bujang dan saya tidak punya anak. Singkat cerita saya menuju kantor petugas jalanan tersebut menemui anak yang mereka temukan itu, sebelum saya menyapa dia (anak itu), dengan gagah ia katakan “ Kae Bantu Aku, toe bae jelas aku ho’o ga, do ata mboro aku, ce’e ho, tapi toe bae ise aku, bo ise bae aku “ kemudian saya terkejut karena dia menggunakan bahasa/dialek Manggarai “KEMPO”. Tanpa basa basi saya katakan kepada petugas jalanan, “ BUNG Saya bawa pulang anak ini ke ayah dan ibunya di “MABAR”. Dengan sekejap ia mengatakan “ OKE BUNG ”. yah, mereka katakan saya harus bawa pulang anak ini ke ayah dan ibunya, kemungkinan ayah dan ibunya serta seluruh keluarga besar, kerabat, handetolan, dan kawan sebayanya mencari DIA.
Dengan gaya logat/dialek KEMPO saya tanya kepadanya, “ Ase Anak Diong Hau One Mabar, Eme Aku anak data Rangat, Hau Ga,,,?. jawab anak itu : Kae Aku anak de Manggarai Barat “ saya merasa heran, dan menimbulkan pertanyaan yang besar. Adakah anak yang hilang itu di Manggarai Barat,,,? Atau Anak itu siapa,,,? Apa perannya di Mabar,,,?, bagaimana ia begitu penting di MABAR sehingga ia katakan bahwa dia anaknya MANGGARAI BARAT...?

Ketika saya tanya lagi dengan dialek/logat kempo “ Ase, Coe Hau, Ngoeng Kole Ngger One,,,?”  Dia diam sebentar, dan matanya melotot melihat kearah saya, lalu dia katakan “ Kae, saya takut pulang, mereka tidak akan percaya saat aku datang ke rumah, ayah dan ibu ku, pasti akan tahu kalo aku bukan anak kandung mereka, itu jelas Kae”. Tanya saya : “ oh tapi hau ga coe,,,?” “ sebenarnya saya mau pulang Kae” . saya mencoba menjelaskan kepadanya  “ Ase, saya akan mengatakan kepada ayah dan ibumu, bahwa betapa baiknya engkau seorang anak yang mau pulang kepangkuaanya, ayah dan ibu mu tidak mungkin bisa mengadopsi anak lain selain putra kandung mereka sendiri”.
Aku tidak bermaksut sebagai pahlawan untuk anak ini atau untuk Ayah dan Ibunya serta Keluarganya. Tapi Aku Mencoba Perang Meskipun Sesaat Saja hanya untuk menghantar dan meyakinkan padanya bahwa Ayah dan Ibunya sedang menunggu dia diteras halaman rumah mereka.

Aku berada diposisi yang tidak enak, serba salah, tidak punya hak dan tanggung jawab besar secara hukumnya, tidak ada satupun yang membuatku mempunyai kekuatan atas kehidupan seorang anak yang hilang ini. Apapun yang kulakukan sekarang, entah bicara dengan ayah dan ibunya, atau menelpon guru ngajinya, atau menghubungi dinas sosial dan pariwisata. dan kemungkinan aku tidak berperan penting untuknya, aku hanyalah suara kecil diantara/ditengah keramaian dan kerumunan orang banyak, aku hanyalah suara kecil dari sekian suara yang didengar ayah dan ibunya, tanpa hak secara hukum, aku seperti hantu yang liar bermain antara ada dan tiada. Aku Cuma mencoba dan melihat seperti apa jadinya ketika sang ayah dan ibu melihat sang putra tugalnya kembali dalam pelukan mereka.

Singkat cerita,,,ketika sampai dirumahnya, pagar rumah ayah dan ibunya dalam posisi digembok, aku hampir pingsan melihat pagar rumah itun yang dibalut dengan emas, halaman rumah yang begitu luas hampir tak ada ujungnya. Diding kaca yang dibalut baja persis seperti rumahku di ujung kota metropolitan. Lalu saya memencet bel, kemudian sang ayah yang membuka pintu untuk kami, saya pun disapa dengan SENYUMAN KHAS MANGGARAI, dengan lantang saya katakan kepada ayahnya “ Kraeng tua, saya datang kesini untuk mengembalikan putra kandung kraeng tua sendiri, dia adalah putra bapak yang hampir hilang, kini dia kembali kepangkuan kraeng tua lagi”. Kemudian dia hanya tersenyum, lalu sayapun balas dengan respon senyum.

singkat cerita, anak itupun masuk kedalam rumahnya dan saya tidak diijinkan masuk, entah kenapa saya tidak tau, saya sangat bingung, dan sayapun tidak tau persis seperti apa penyambutan terhadap anak ini, sebab diakembali untuk selamanya, saya tidak tau apakah ada syukuran seperti orang manggarai-kempo biasanya, mana kala ada yang hilang lalu dia kembali pasti ada yang namanya SYUKURAN. Entah dengan gaya pesta adat atau entahlah seperti apa. Saya hanya mengeluskan dada setidaknya saya sudah mengembalikan dia kedalam pelukan ayah dan ibunya. Lalu saya kembali meskipun sedikit kecewa, meskipun saya tidak dihargai oleh orang tuanya. kiranya saya sudah bersuara dan membawanya pulang. kemudia saya pulang kerumah saya sendiri dan kembali menikmati secangkir kopi asli manggarai yang diberi oleh ayah dan ibuku sendiri. ( GH )



  
    email this       edit

0 Komentar:

Posting Komentar