Kamis, 11 Februari 2016
"Kisah Menghantar Anak Hilang"
"Menghantar
Anak Kandung (Pantai Pede) Kepangkuan
Ayah dan Ibunya".
Penulis : Guntenda Halilintar.
Cerpen : Cerita Pendek, Terkait Pantai Pede Di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, Flores – NTT di
Deskripsikan dengan kata " Anak Yang Hilang ".
Foto : Google
Di ujung kota
metropolitan rumahku dibangun, seorang arsitek lokal yang mengenyam Ilmu di Negeri Paman Sam, kembali dan membawa disign arsitektur rumahku. Indah dan
gagah sangat mempesona memikat hati para pendatang ketika melihat rumahku,
dihiasi kaca berlapis baja, dengan rumput tanpa pagar halaman sedikit hiasan
pasir berwarna putih dengan kolam yang bersih bagaikan biru tua warna langit.
Siang itu sekitar pukul 1 telphone rumahku berdering.
“ Halo Bung,,,? Suara laki-laki
dengan gaya logat timur sedang bertanya, “ disini petugas jalanan kota
kupang” kami, menemukan seorang anak
laki-laki yang terdampar disudut kota metropolitan ini. Hanya diam dan
tercengang, sebelum saya mengatakan saya masih bujang dan saya tidak punya
anak. Singkat cerita saya menuju kantor petugas jalanan tersebut menemui anak
yang mereka temukan itu, sebelum saya menyapa dia (anak itu), dengan gagah ia katakan “ Kae
Bantu Aku, toe bae jelas aku ho’o ga, do ata mboro aku, ce’e ho, tapi toe bae ise
aku, bo ise bae aku “ kemudian saya terkejut karena dia menggunakan
bahasa/dialek Manggarai “KEMPO”. Tanpa basa basi saya katakan kepada petugas
jalanan, “ BUNG Saya bawa pulang anak ini ke ayah dan ibunya di “MABAR”. Dengan
sekejap ia mengatakan “ OKE BUNG ”. yah, mereka katakan saya harus bawa pulang anak
ini ke ayah dan ibunya, kemungkinan ayah dan ibunya serta seluruh keluarga
besar, kerabat, handetolan, dan kawan sebayanya mencari DIA.
Dengan gaya
logat/dialek KEMPO saya tanya kepadanya, “
Ase Anak Diong Hau One Mabar, Eme Aku anak data Rangat, Hau Ga,,,?. jawab anak itu : Kae Aku anak de
Manggarai Barat “ saya merasa heran, dan menimbulkan pertanyaan yang besar. Adakah anak yang hilang itu di Manggarai Barat,,,? Atau Anak itu
siapa,,,? Apa perannya di Mabar,,,?, bagaimana ia begitu penting di MABAR
sehingga ia katakan bahwa dia anaknya MANGGARAI BARAT...?
Ketika saya tanya
lagi dengan dialek/logat kempo “ Ase, Coe Hau, Ngoeng Kole Ngger One,,,?” Dia diam sebentar, dan matanya melotot melihat
kearah saya, lalu dia katakan “ Kae, saya
takut pulang, mereka tidak akan percaya saat aku datang ke rumah, ayah dan ibu
ku, pasti akan tahu kalo aku bukan anak kandung mereka, itu jelas Kae”. Tanya saya : “ oh tapi hau
ga coe,,,?” “ sebenarnya saya mau pulang Kae” . saya mencoba menjelaskan
kepadanya “ Ase, saya akan mengatakan kepada ayah dan ibumu, bahwa betapa baiknya
engkau seorang anak yang mau pulang kepangkuaanya, ayah dan ibu mu tidak
mungkin bisa mengadopsi anak lain selain putra kandung mereka sendiri”.
Aku tidak
bermaksut sebagai pahlawan untuk anak ini atau untuk Ayah dan Ibunya serta Keluarganya. Tapi
Aku Mencoba Perang Meskipun Sesaat Saja hanya untuk menghantar dan
meyakinkan padanya bahwa Ayah dan Ibunya sedang menunggu dia diteras halaman
rumah mereka.
Aku berada
diposisi yang tidak enak, serba salah, tidak punya hak dan tanggung jawab besar
secara hukumnya, tidak ada satupun yang membuatku mempunyai kekuatan atas
kehidupan seorang anak yang hilang ini. Apapun yang kulakukan sekarang, entah
bicara dengan ayah dan ibunya, atau menelpon guru ngajinya, atau menghubungi
dinas sosial dan pariwisata. dan kemungkinan aku tidak berperan penting untuknya, aku hanyalah
suara kecil diantara/ditengah keramaian dan kerumunan orang banyak, aku
hanyalah suara kecil dari sekian suara yang didengar ayah dan ibunya, tanpa hak
secara hukum, aku seperti hantu yang liar bermain antara ada dan tiada. Aku
Cuma mencoba dan melihat seperti apa jadinya ketika sang ayah dan ibu melihat
sang putra tugalnya kembali dalam pelukan mereka.
Singkat
cerita,,,ketika sampai dirumahnya, pagar rumah ayah dan ibunya dalam posisi digembok, aku hampir pingsan melihat
pagar rumah itun yang dibalut dengan emas, halaman rumah yang begitu luas hampir tak ada
ujungnya. Diding kaca yang dibalut baja persis seperti rumahku di ujung kota
metropolitan. Lalu saya memencet bel, kemudian sang ayah yang membuka pintu untuk
kami, saya pun disapa dengan SENYUMAN KHAS MANGGARAI, dengan lantang saya
katakan kepada ayahnya “ Kraeng tua,
saya datang kesini untuk mengembalikan putra kandung kraeng tua sendiri, dia adalah putra bapak yang hampir
hilang, kini dia kembali kepangkuan kraeng tua lagi”. Kemudian dia hanya
tersenyum, lalu sayapun balas dengan respon senyum.
singkat cerita,
anak itupun masuk kedalam rumahnya dan saya tidak diijinkan masuk, entah kenapa saya tidak tau, saya sangat bingung, dan sayapun tidak tau
persis seperti apa penyambutan terhadap anak ini, sebab diakembali untuk
selamanya, saya tidak tau apakah ada syukuran seperti orang manggarai-kempo biasanya, mana
kala ada yang hilang lalu dia kembali pasti ada yang namanya SYUKURAN. Entah
dengan gaya pesta adat atau entahlah seperti apa. Saya hanya mengeluskan dada
setidaknya saya sudah mengembalikan dia kedalam pelukan ayah dan ibunya. Lalu
saya kembali meskipun sedikit kecewa, meskipun saya tidak dihargai oleh orang tuanya. kiranya saya sudah bersuara dan membawanya pulang. kemudia saya pulang kerumah saya sendiri dan kembali menikmati secangkir kopi asli manggarai
yang diberi oleh ayah dan ibuku sendiri. ( GH )
“ Kisah Menghantar Anak Hilang “, “KEMPO”. MANGGARAI BARAT, aku hanyalah suara kecil dari sekian suara yang didengar ayah dan ibunya, AKU INGIN PERANG MESKIPUN SESAAT SAJA...!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar