Oleh
: Guntenda Halilintar
foto : Google
elum lama ini seluruh Negara di
dunia masih dalam suasana peyambutan tahun baru 2016, namun Bangsa Indonesia
tidak dapat menikmati tahun baru tersebut karena tahun baru di Indonesia
disambut dan atau diwarnai aksi Bom Teroris, tepatnya di kawasan Jalan MH
Thamrin, Jakarta Pusat 14 Januari 2016, serangkaian ledakan aksi bom tersebut menewaskan
sejumlah orang baik sebagai pelaku teroris dengan aksi bom bunuh diri maupun
masyarakat sipil dan sempat terjadi baku tembak antara aparat kepolisian dan
beberapa orang yang diduga oleh kepolisian sebagai pelaku teroris pengeboman di
SARINAH.
Diberbagai Media baik Media
Nasional maupun Media Internasional ramai-ramai memberitakan Aksi Terorisme di
Indonesia, bahkan Media Nasional, baik media sosial mapun media cetak ikut
meramaikan berita tersebut dimedia sosial contohnya melalui akun Facebook ramai
dengan #kami tidak takut, itu
artinya Bangsa Indonesia tidak gentar sedikitpun terkait aksi terorisme
tersebut. Bahkan ada beberapa umat Kristen Khatolik di Indonesia tetap
merayakan penyambutan Lahir Sang Juru selamat Umat Manusia Yesus Kristus (Natal
2015) dan penyambutan Tahun Baru 2016, sebut saja Keluarga Besar Maumere - Flores NTT Se-Jabodetabek
yang dirayakan pada hari (Sabtu, 16 Januari 2016) di PRJ Kemayoran, dihari yang
bersamaan juga Keluarga Besar Ende Lio – Flores NTT Se-Jabodetabek lokasi di
Kampus Bung Karno, dan Keluarga Besar Satar Mese Manggarai Timur – Flores NTT
Se-Jabodetabek lokasi di Matraman. Tetap merayakan penyambutan Natal 2015
dan Tahun Baru 2016
Jakarta, Berita Kompas.com – Mabes
Polri memastikan pelaku teror di Sarinah, Jakarta Pusat, kamis (14/1/2016)
adqalah Kelompok Islamic State Of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia.
erorisme, Tragedi yang terjadi di SARINAH berkaitan dengan yang sesudahnya tragedi PARIS dan dibeberapa Negara lainya, banyak pihak menyebutTragedi
Paris dan sarina bagian dari Teror ISIS,
salah satu indikator sebelum terjadi diindonesia adalah Vidio kampanye yang di
unggah melalui Media You Tube, yang disuarakan oleh salah satu anggota Isis di
vidio tersebut sasaran Negara berikutnya adalah INDONESIA. Ujar Kepala Devisi
Humas Polri Irjen ( Pol ) Anton Charliyan di Kompleks Mabes Polri, Kamis sore
(14/1/2016) dikatakan bahwa “ salah satu
petinggi ISIS di Suriah bahwa akan
ada KONSER di Indonesia dan akan terjadi berita Internasional. Hari ini adalah
Kejadiannya” Anton menyebut, ada
1.085 gerakan RADIKAL yang terdeteksi
di Indonesia. Menurut penulis ini yang menjadi keresahan, jika memang benar
adanya demikian seperti apa yang disampaikan oleh Devisi Humas Mabes Polri
Irjen (pol) Anton Charliyan, Pertanyaanya adalah apakah Badan Intelejen Negara Indonesia atau BIN sudah mengetahui
adanya Gerakan Radikal tersebut
seperti apa yang disampaikan oleh Devisi Mabes Polri,,,? Karna terkait
tragedi kamis 14 januari kemarin bagian dari kecolongan kerja BIN, Dimanakah
BIN,,,?.
TINJAUAN HUKUM TERKAIT TRAGEDI
SARINAH
Berdasarkan pemaparan diatas tentu
kita dapat melihat bahwa tragedi Sarinah Jakarta pusat berkaitan serangan
Brutal Aksi Teroris dapat dikatakan suatu pelanggaran HUKUM BERAT, tentu untuk mengatasinya dengan Upaya hukum yang Luar
biasa juga, dan kasus diatas tergolongan dalam kasus GENOSIDA serta tergolong dalam Extra Ordinary Cryme.
Dari sisi empiris terlihat bahwa
Negara melakukan pembiaran terhadap penyerangan Aksi Teroris Bom Sarinah yang
mengancam keamanan Nasional tersebut dalam hal ini badan yang terkait yaitu BIN. Negara dengan segala aparaturnya
seharusnya telah bisa memprediksi telah terjadi kemungkinan-kemungkinan terjadi
aksi teroris tersebut, karena diberbagai negara lainya telah terjadi demikian
dan ada indikator yang meyatakan aksi berikutnya di Indonesia yang dikatakan
sebagai KONSER dijakarta seharusnya dari sekian informasi-informasi yang
didapat itu perlu dilakukan dengan AKSI CEPAT TANGGAP untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadi aksi teroris tersebut. Dalam hal ini Negara dianggap Lalai
dalam pencegahan dan penanggulangan teror yang yang kemungkinan terjadi, negara
melalui Badan Intelijen Negara yang mempunyai peran yang strategis untuk bisa
memprediksi aksi-aksi yang kemungkinan terjadi dan melakukan antisipasi dengan
menggerahkan seluruh aparat kepolisian untuk meredam isu-isu tersebut. Aksi
yang dilakukan oleh teroris kemarin kamis 14 januari itu tergolong rapi dan
terkoordinir meskipun tidak berjumlah begitu banyak aksi pengeboman Sarinah
tersebut sebenarnya telah direncanakan secara matang dan negara melalui BIN
seharusnya sudah dapat mendeteksi dan melakukan langkah-langkah guna menjamin
keamanan nasional
Tragedi Sarinah jakarta pusat mau
tidak mau harus segera diusut, pemerintah melalui kepolisian harus berani
mengungkap siapa orang dibalik penyerangan aksi pecundang itu, jangan pernah membiarkan pelaku-pelaku yang beredar
bebas di bangsa ini dengan mengatasnama AGAMA, jika memang dari kepolisian
sudah memberikan sinyal sesuai apa yang telah diungkapkan oleh Devisi Humas
Mabes Polri, sebaiknya BIN dalam hal ini perlu bekerja Profesional dan perlu
menunjukan ke Publik bahwa BIN memang ada di Bangsa ini, dengan begitu maka
masyarakat akan tenang dan tetap menjalankan aktivitasnya. Jadikan kasus
Pengeboman SARINAH sebagai kasus yang terakhir dalam permasalahan Teror di
Masyarakat dan di Bangsa ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin
mengkaji dari sisi pelanggaran hukum dan penindakan hukuman mati terhadap TERORISME.
Awal
eksistensi hukuman mati di Indonesia secara yuridis-historis diatur dalam KUHP,
yang sebagian besar berasal dari Negeri Belanda atau dikenal dengan Wetboek van
Strafrecht (WvS).
Ternyata dalam perkembangannya penerapan di Belanda dan Indonesia
banyak berbeda. Di Belanda, hukuman mati sudah ditiadakan sejak tahun 1870,
kecuali dalam kedaan perang. Di Indonesia sendiri
hingga saat ini kurang lebih masih ada 6 peraturan
perundang-undangan yang masih memiliki ancaman, hukuman mati antara lain:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2.
Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api.
3. Undang-Undang
No.15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
4.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
5.
Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
6. Undang-Undang No.5
Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
Oleh karena itu
penulis sangat setuju penegakan hukuman mati di Indonesia
terkait Permasalahan Terorisme setidaknya terkait dengan pengertian HAM,
menurut pasal 1 ayat (1) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi
manusia adalah “ seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk tuhan yang maha esa dan
merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat harkat dan martabat manusia “
Dalam hukum positif Indonesia hukuman
mati merupakan hukuman yang sangat efektif terkait kasus Terorisme, secara
yuridis hukuman mati diatur dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Setidaknya hukuman mati terhadap
pelaku Terorisme dapat membuat kejahatan si pelaku terbalaskan setidaknya bagi
keluarga korban dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan terorisme
karena akan diancam dengan hukuman serupa.
0 Komentar:
Posting Komentar