Jumat, 05 Februari 2016

Published 10.51.00 by with 0 comment

PANDANGAN HUKUM ATAU LEGAL OPINI TERKAIT BOM SARINAH


“ Hukuman Mati Terduga Teroris ” 

Oleh : Guntenda Halilintar
foto : Google

B
elum lama ini seluruh Negara di dunia masih dalam suasana peyambutan tahun baru 2016, namun Bangsa Indonesia tidak dapat menikmati tahun baru tersebut karena tahun baru di Indonesia disambut dan atau diwarnai aksi Bom Teroris, tepatnya di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat 14 Januari 2016, serangkaian ledakan aksi bom tersebut menewaskan sejumlah orang baik sebagai pelaku teroris dengan aksi bom bunuh diri maupun masyarakat sipil dan sempat terjadi baku tembak antara aparat kepolisian dan beberapa orang yang diduga oleh kepolisian sebagai pelaku teroris pengeboman di SARINAH.
Diberbagai Media baik Media Nasional maupun Media Internasional ramai-ramai memberitakan Aksi Terorisme di Indonesia, bahkan Media Nasional, baik media sosial mapun media cetak ikut meramaikan berita tersebut dimedia sosial contohnya melalui akun Facebook ramai dengan #kami tidak takut, itu artinya Bangsa Indonesia tidak gentar sedikitpun terkait aksi terorisme tersebut. Bahkan ada beberapa umat Kristen Khatolik di Indonesia tetap merayakan penyambutan Lahir Sang Juru selamat Umat Manusia Yesus Kristus (Natal 2015) dan penyambutan Tahun Baru 2016, sebut saja Keluarga Besar Maumere - Flores NTT Se-Jabodetabek yang dirayakan pada hari (Sabtu, 16 Januari 2016) di PRJ Kemayoran, dihari yang bersamaan juga Keluarga Besar Ende Lio – Flores NTT Se-Jabodetabek lokasi di Kampus Bung Karno, dan Keluarga Besar Satar Mese Manggarai Timur – Flores NTT Se-Jabodetabek lokasi di Matraman. Tetap merayakan penyambutan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016
Jakarta, Berita Kompas.com – Mabes Polri memastikan pelaku teror di Sarinah, Jakarta Pusat, kamis (14/1/2016) adqalah Kelompok Islamic State Of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia.
T
erorisme, Tragedi yang terjadi di SARINAH berkaitan dengan yang  sesudahnya tragedi PARIS dan dibeberapa Negara lainya, banyak pihak menyebutTragedi Paris dan sarina bagian dari Teror ISIS, salah satu indikator sebelum terjadi diindonesia adalah Vidio kampanye yang di unggah melalui Media You Tube, yang disuarakan oleh salah satu anggota Isis di vidio tersebut sasaran Negara berikutnya adalah INDONESIA. Ujar Kepala Devisi Humas Polri Irjen ( Pol ) Anton Charliyan di Kompleks Mabes Polri, Kamis sore (14/1/2016) dikatakan bahwa “ salah satu petinggi ISIS di Suriah bahwa akan ada KONSER di Indonesia dan akan terjadi berita Internasional. Hari ini adalah Kejadiannya”  Anton menyebut, ada 1.085 gerakan RADIKAL yang terdeteksi di Indonesia. Menurut penulis ini yang menjadi keresahan, jika memang benar adanya demikian seperti apa yang disampaikan oleh Devisi Humas Mabes Polri Irjen (pol) Anton Charliyan, Pertanyaanya adalah apakah Badan Intelejen Negara Indonesia atau BIN sudah mengetahui adanya Gerakan Radikal tersebut seperti apa yang disampaikan oleh Devisi Mabes Polri,,,? Karna terkait tragedi kamis 14 januari kemarin bagian dari kecolongan kerja BIN, Dimanakah BIN,,,?.
 TINJAUAN HUKUM TERKAIT TRAGEDI SARINAH
Berdasarkan pemaparan diatas tentu kita dapat melihat bahwa tragedi Sarinah Jakarta pusat berkaitan serangan Brutal Aksi Teroris dapat dikatakan suatu pelanggaran HUKUM BERAT, tentu untuk mengatasinya dengan Upaya hukum yang Luar biasa juga, dan kasus diatas tergolongan dalam kasus GENOSIDA serta tergolong dalam Extra Ordinary Cryme.
Dari sisi empiris terlihat bahwa Negara melakukan pembiaran terhadap penyerangan Aksi Teroris Bom Sarinah yang mengancam keamanan Nasional tersebut dalam hal ini badan yang terkait yaitu BIN. Negara dengan segala aparaturnya seharusnya telah bisa memprediksi telah terjadi kemungkinan-kemungkinan terjadi aksi teroris tersebut, karena diberbagai negara lainya telah terjadi demikian dan ada indikator yang meyatakan aksi berikutnya di Indonesia yang dikatakan sebagai KONSER dijakarta seharusnya dari sekian informasi-informasi yang didapat itu perlu dilakukan dengan AKSI CEPAT TANGGAP untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi aksi teroris tersebut. Dalam hal ini Negara dianggap Lalai dalam pencegahan dan penanggulangan teror yang yang kemungkinan terjadi, negara melalui Badan Intelijen Negara yang mempunyai peran yang strategis untuk bisa memprediksi aksi-aksi yang kemungkinan terjadi dan melakukan antisipasi dengan menggerahkan seluruh aparat kepolisian untuk meredam isu-isu tersebut. Aksi yang dilakukan oleh teroris kemarin kamis 14 januari itu tergolong rapi dan terkoordinir meskipun tidak berjumlah begitu banyak aksi pengeboman Sarinah tersebut sebenarnya telah direncanakan secara matang dan negara melalui BIN seharusnya sudah dapat mendeteksi dan melakukan langkah-langkah guna menjamin keamanan nasional
Tragedi Sarinah jakarta pusat mau tidak mau harus segera diusut, pemerintah melalui kepolisian harus berani mengungkap siapa orang dibalik penyerangan aksi pecundang itu, jangan pernah membiarkan pelaku-pelaku yang beredar bebas di bangsa ini dengan mengatasnama AGAMA, jika memang dari kepolisian sudah memberikan sinyal sesuai apa yang telah diungkapkan oleh Devisi Humas Mabes Polri, sebaiknya BIN dalam hal ini perlu bekerja Profesional dan perlu menunjukan ke Publik bahwa BIN memang ada di Bangsa ini, dengan begitu maka masyarakat akan tenang dan tetap menjalankan aktivitasnya. Jadikan kasus Pengeboman SARINAH sebagai kasus yang terakhir dalam permasalahan Teror di Masyarakat dan di Bangsa ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengkaji dari sisi pelanggaran hukum dan penindakan hukuman mati terhadap TERORISME.
Awal eksistensi hukuman mati di Indonesia secara yuridis-historis diatur dalam KUHP, yang sebagian besar berasal dari Negeri Belanda atau dikenal dengan Wetboek van Strafrecht (WvS).
Ternyata dalam perkembangannya penerapan di Belanda dan Indonesia banyak berbeda. Di Belanda, hukuman mati sudah ditiadakan sejak tahun 1870, kecuali dalam kedaan perang. Di Indonesia sendiri hingga saat ini kurang lebih masih ada 6 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman, hukuman mati antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api.
3. Undang-Undang No.15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
4. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
5. Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
6. Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

Oleh karena itu penulis sangat setuju penegakan hukuman mati di Indonesia terkait Permasalahan Terorisme setidaknya terkait dengan pengertian HAM, menurut pasal 1 ayat (1) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah “ seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat harkat dan martabat manusia “

Dalam hukum positif Indonesia hukuman mati merupakan hukuman yang sangat efektif terkait kasus Terorisme, secara yuridis hukuman mati diatur dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Setidaknya hukuman mati terhadap pelaku Terorisme dapat membuat kejahatan si pelaku terbalaskan setidaknya bagi keluarga korban dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan terorisme karena akan diancam dengan hukuman serupa.
    email this       edit

0 Komentar:

Posting Komentar