Rabu, 30 Desember 2015
PEMBUATAN FILM DKUMENTER
Untuk ditayangkan di Kampus
Universitas Borobudur dan diputar pada tanggal 17 Januari 2016, yang akan
dihadiri oleh tim Juri Perfilman Indonesia.
Kumpul pada tanggal 07 Desember
2015
UKM – FLOBAMORA UNIVERSITAS BOROBUDUR
Yang
akan dibahas dalam film ini adalah mengenal
sistem perkawinan adat istiadat budaya Orang Kempo Kec. Sano Nggoang
Kab. Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
SISTEM PERKAWINAN BUDAYA KEMPO – MANGGARAI BARAT
ALUR CERITA SKENARIO AWAL
Pihak Laki-laki : Fendi
Pihak Perempuan : Siska
Ket
: Pihak laki-laki yang diperankan oleh saudara FENDI sebagai Pihak (WOE) yang biasa disebut (Saudara Laki-laki). Sementara
Pihak Perempuan yang diperankan oleh Saudari SISKA sebagai Pihak (INAME)
yang biasa disebut ( Saudari
Perempuan ).
Dalam
sebuah prosesi perkawinan adat Kempo Manggarai Barat yang
melibatkan dua belah pihak utama yaitu Iname
(Pihak
Perempuan) dan Woe (Pihak Laki-laki). Dalam hal ini sebagai
Pihak pertama yang melibatkan terlibat dalam Sistem Perkawinan adat Kempo,
dikatakan pihak pertama karena masih ada pihak-pihak yang lain yang tidak
terlibat lansung, namun memiliki peran yang penting dalam prosesi perkawinan
tersebut.
Selanjutnya
pihak WOE memiliki kewajiban untuk
menyanggupi PACA( Mas Kawin) yang diminta pihak INAME yang sudah disepakati
dalam NEMPUNG (Rembuk, Rapat,
Musyawarah bersama antara pihak WOE dan pihak INAME). Semua itu diatur dalam CEKI (Aturan dan tata cara Umum yang
sudah menjadi Tradisi) dan CEKI itu sudah disepakati oleh kedua belah pihak,
dalam prosesi perkawinan yang berlansung.
Gambaran singkat mengenai Prosesi Perkawinan Adat Kempo.
PACA (Mahar/Mas Kawin)
Prosesi
Perkawinan Masyarakat Kempo ata ATA
(Orang) Kempo atau ATA Manggarai pada umumnya, ALA WINA (perkawinan) merupakan bagian dfari siklus kehidupan
manusia, sesuai dengan tujuan dari KAENG
KILO (Hidup Berumah Tangga) yaitu TAU
BEKA AGU BUAR (Melanjutkan
Keturunan).
Prosesi
perkawinan adat istiadat juga merupakan peristiwa yang sangat penting bagi
seseorang yang mau melansungkan pernikahannya, banyak hal yang dihadapkan dari
tiap tahap-tahap yang dilalui oleh kedua belah pihak yang dikatakan Pihak WOE
dan Pihak INAME. Tentunya tiap-tiap tahap yang dilaluinya banyak pelajaran yang
dipetik oleh pihak laki-laki maupun perempuan sebagai fondasi dasar dalam
pengurusan sistem prosesi perkawinan adat istiadat orang KEMPO, dan dari tiap-tiap tahap inilah yang membuat seseorang
menjadi dewasa baik dalam berpikir maupun dalam berprilaku, serta hal ini akan
menjadi modal dasar bagi SUAMI ISTRI untuk
melahirkan Generasi baru.
Perkawinan adat
istiadat ini tentunya diwariskan secara turun temurun dari para leluhur, dalam
prosesi ini melibatkan banyak pihak baik secara lansung maupun secara tidak
lansung, hal inilah yang membuat ATA
(orang) Kempo sadar dan paham betul bahwa bagaimana proses atau ada proses
yang dilalui untuk mencapai sebuah titik PERKAWINAN. Proses ini telah diatur
oleh EMPO PU’UNG (Para Leluhur) dalam
sistem perkawinan adat istiadat ATA
KEMPO yang bisa dikatan SEMPURNA yang telah diatur dalam
sistem HUKUM TIDAK TERTULIS yaitu HUKUM ADAT (Ttradisi). Didalamnya tertuang
dasar pemikiran, tata cara sebagai
panduan, pengawasan dan sanksi-sanksi.
Karena perkawinan ini
melibatkan banyak pihak secara otomatis banyak pula orang yang mengetahui hal
ini, jadi yang walaupun belum ada kitab tertulisnya, namun semua orang tahu
tentang hal prosesi perkawinan tersebut meskipun tingkat pemahaman tiap orang
berbeda dalam menafsirkannya. Begitu juga halnya bagi pihak yang terlibat
lansung maupun tidak terlibat lansung dalam prosesi perkawinan tersebut sudah
tentu tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
PROSES PEMBICARAAN PACA
DALAM ADAT KEMPO-MANGGARAI BARAT
Meskipun
ATA KKEMPO (masyarakat kempo) hidup
dan dibesarkan dengan adat istiadat namun mengenai
pembicara dalam hal prosesi perkawinan, tidak semua orang kempo bisa
melakukanny, butuh pemahaman, pembelajaran dan pengalaman yang didapat secara
otodidak, hal ini banyak generasi yang tidak paham yang pembiicaraan sistem adat
dalam hal perkawinan karena generasi pada umunya tidak mau belajar dan tidak
mau terlibat dan turut ambil bagian dalam prosesi perkawianan, karena bagi
mereka yang paham pembicaraan adat istiadat yang didapatkan secara otodidak pro
aktif dalam prosesi perkawinan dan ambil bagian dari sebuah pembicaraan adat
perkawianan maka dengan sendirinya pengetahuan itu akan didapat, intinya adalah
bagi mereka yang pro aktif mereka yang lebih mengetahui banyak hal mengenai
sistem pembicaraan adat perkawinan dan bagi mereka yang pasif tentu tidak
mengetahui banyak hal mengenai pembicaraan prosesi perkawinan, dan meskipun dia
sudah berkeluarga.
Hanya
orang-orang tertentu atau kedudukan tertentu yang mampu dan diharuskan untuk
belajar dan memahami setiap lika-liku JAONG KIMPU (pembicaraan tentang perkawinan
adat). Misalnya seorang TUA BATU
(Kepala Klan), sesuai kedudukan dan tanggung jawabnya harus bisa menjadi
pemimpin bagi KLANnya termasuk
tenggung jawab untuk melaksanakan perkawinan anggota KLAnya karena perkawinan
adat istiadat orang Kempo tidak saja mengikat antar dua insan namun juga
keluarga orang tua mereka hingga ke tingkat Klan.
PERAN PATENG(juru bicara) DALAM PROSESI PERKAWINAN KEMPO-MANGGARAI BARAT.
Seorang
PATENG (juru bicara) bukan saja
sebagai LETANG LEMA LARO JAONG (Penyambung
Lidah) namun juga harus bisa Menyanggah, Menyimpulkan, dan Memahami arah
pembicaraan lawan bicara, PATENG juga
adalah JURU RUNDING ULUNG, yang
mempengaruhi sebuah kesepakatan, tentunya setelah berdiskusi dengan tetua yang lain.
Perundingan
yang telah dibuat menjadi kesepakatan bersama yang telah dibuat oleh kedua
belah pihak yaitu pihak WOE dan
pihak INAME, jika ada perubahan atau
melanggar kesepakatan pada tahap ini, maka akan diketahui siapa yang tidak KONSISTEN dan perlu untuk belajar lagi
soal tata cara adat istiadat perkawianan. Pada tahap ini akan dikenai sanksi
pada saat itu juga dan segera dilaksanakan sebelum pembicaraan berlanjut ke
tahap berikutnya atau jika pelanggaran sdangat krusial maka kesepakatan pun
bisa saja dibatalkan. Karena yang terlibat dalam pembicaraan ini adalah
pihak-pihak atau orang yang telah memahami lika-liku adat, dan hal ini juga
bisa diketahui dari cara dia berbicara dan mengambil kesepakatan dan atau
keputusan. Disisi lain juga akan terliaht bagi mereka ynag mengerti adat
istiadat, sudah pasti tidak mempermalukan dirinya sendiri dan orang lain, atau
pihak WOE dan pihak INAME tentu hal ini sudah dikemas
dengan baik dan telah memperhitungkan apa yang menjadi untungnya berbuat
seperti itu. Maka peran PATENG (peyambung lidah/juru bicara) sangat
penting, tentu pengalaman seorang PATENG
juga tidak bisa diragukan lagu.
KESEPAKATAN BERSAMA DALAM
MENENTUKAN
PACA (Mahar/Mas Kawn) OLEH KEDUA BELAS PIHAK
kesepakatan
antar kedua belah pihak dalam menentukan besaran nilai PACA sudah menjadi kesepakatan bersama, pada saat BARO NAI (Lamaran), JAONG KIMPU (Pembicaraan mengenai penentuan besarnya
nilai paca) akan dilakukan. Berapa
RENTA ( Besaran Nilai Paca) akan
diberikan oleh pihak INAME,
sementata WOE akan POKA (menentukan batas kesanggupan). Tetapi jika RENTA dirasa mampu untuk dipenuhi oleh pihak WOE maka paca sudah disepakati. Itu artinya keputusan itu sudah
menjadi keputusan mutlak dan atau final dan tidak dapat diganggugugat lagi,
namun jika dirasa terlalu tinggi maka pihak WOE akan ditawar lagi untuk menurunkan nilainya, disinilah butuh
keahlian seorang PATENG (juru bicara) yang juga sebagai LETANG LEMA LARO JAONG (penyambung lidah) disini terjadi
pembicaran yang alot untuk menemukan titik temu, dan disepakati nilai PACA tersebut, tarik ulur pembicaraan
yang dimaksut adalah mencari jalan keluar yang terbaik agar tidak memberatkan
salah satu pihak, perlu diketahui dalam hal ini bukan terkait tawar-menawar
seperti beli ikan dipasar karena sasaran pembicaraanya berbeda lebih kehal KAWE SALANG DIA (mencari jalan keluar yang terbaik) mengenai ketetapan PACA dan tata cara yang akan digunakan
dalam prosesi perkawinan yang akan berlansung.
Menurut
Penulis dalam hal ini Pihak INAME yang
menghitung mengenai besaran PACA yang
sudah disepakati dalam RAPAT Internal
Pihak INAME dan besaran PACA tersebut akan disampaikan pada
pembicaraan bersama antara Pihak INAME
dan Pihak WOE. Sementara Pihak WOE sebagai orang yang mencari besaran
yang telah ditentukan oleh INAME.
INAME :
Menghitung
WOE :
Mencari
Setelah
mencapai kesepakatan bersama saat BARO
NAI (Lamaran) antara kedua belah pihak, maka pada saat NEKI CA WEKI (Pernikahan) tinggal dilanjutkan dengan penyerahan besar nilai PACA oleh pihak WOE, dan sudah menjadi JAONG
ATA PULI KITEK (pembicaraan yang
sudah disepakati bersama) dan tidak ada perubahan kesepakatan lagi. #GT
Jakarta,
19 November 2015
Penulis Guntenda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar